Sabtu, 05 Juli 2014

PELANGGARAN ETIKA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH “OKNUM PEGAWAI BEACUKAI”



PELANGGARAN ETIKA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH
“OKNUM PEGAWAI BEACUKAI”

KELOMPOK 2
KELAS D II-2



Nama anggota kelompok :
1. GITA YULIANTI         (111310190)
2. TB. AHMAD ANTON (111310311)
3. SILVIA YULIANTI         (111310228)
4. RATNA ULANDARI (111310309)
5. MUHIDIN         (111310347)





UNIVERSITAS PELITA BANGSA
2013-2014


Beberapa contoh pelanggaran etika dalam pemerintah :
“DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI”
Peraturan mengenai kasus yang akan dibahas :
Contoh Kasus :
1. Kasus Pencucian uang
DIREKTORAT Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipid Eksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengintensifkan pemeriksaan di kantor Bea dan Cukai. Setelah melakukan penggeledahan, pekan depan penyidik akan memeriksa enam orang pegawai Bea dan Cukai.
Direktur Dittipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto mengatakan, penyidik telah menggeledah kantor Bea Cukai sejak dua minggu lalu. Selanjutnya, penggeledahan dilakukan pada Rabu (11/12) hingga Jumat (13/12). "Kami mencari dokumen di dua gudang Marunda dan Cibitung, Bekasi," kata Arief di Jakarta, Jumat (13/12).
Penggeledahan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti dalam mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bermula dari gratifikasi yang dilakukan pengusaha bernama Yusran Arif kepada Kepala Sub Direktorat Ekspor Impor Bea Cukai Heru Sulastyono. Selain melakukan penggeledahan, Arief mengatakan, pihaknya akan memeriksa enam pegawai Bea Cukai yang pernah bertugas bersama Heru Sulastyono mulai 2003-2004, pada Senin (16/12) hingga Rabu (18/12), pekan depan.
Keenam orang pegawai yang masih aktif di Bea Cukai tersebut adalah Bambang Semedi, Frans Rupan, Sumantri, Yusuf Indarto, Mulyadi, dan CF Sijabat. "Para pejabat ini diminta keterangan terkait tugas jabatannya pada tempat terjadinya. Karena kami melihat gratifikasi ini terjadi sejak 2003-2004," kata Arief.
Arief mengaku, belum dapat memastikan ada atau tidaknya penambahan tersangka setelah pemeriksaan ini. Menurutnya, penyidik tengah mengumpulkan bukti-bukti, sehingga penetapan tersangka lainnya dilakukan berdasar fakta dan bukti yang kuat.
Kepala Sub Direktorat Money Laundering Dittipid Eksus Bareskrim Polri Kombes Agung Setya menambahkan, penyidik menyita sejumlah dokumen fisik dan nonfisik dari beberapa kantor Bea Cukai, seperti dokumen terkait valuation ruling. Penyidik juga menyita sejumlah dokumen di Marunda Center yang menjadi tempat pengarsipan. Dokumen-dokumen tersebut merupakan rekaman proses ekspor impor yang dilakukan Heru, serta database lima perusahaan Yusran Arif.
Namun, kata Agung, ada beberapa dokumen yang dicari penyidik telah dipindahtempatkan. Sehingga penyidik berencana melakukan pencarian kembali terhadap dokumen-dokumen terkait.
“Sepertinya, ada alasan tertentu untuk penataan dokumen. Kami pastikan dulu, kalau terjadi penyembunyian dokumen, itu melanggar hukum. Kami berharap Bea Cukai bisa kerja sama, jangan ada dokumen yang diselipkan. Ini terkait mekanisme penyidikan yang sedang dilakukan," kata Agung.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka, Heru Sulastyono dan Yusran Arif yang ditangkap pada 29 Oktober lalu. Yusron diduga menyuap Heru agar terhindar dari kewajiban membayar pajak ekspor impor yang digelutinya. Untuk menyamarkan perbuatannya, Yusron membuat 10 perusahaan yang hanya beroperasi kurang dari setahun. Penyuapan yang dilakukan Yusron disamarkan melalui pemberian 9 polis asuransi senilai Rp11,4 Miliar pada Heru dan Widyawati. Penyidik menyimpulkan praktik ini sebagai tindak pencucian uang.
Sampai saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 30 orang saksi dan menyita sejumlah dokumen dari tersangka yang diantaranya polis asuransi, buku tabungan, dokumen transaksi, dan dokumen perusahaan. Penyidik juga memblokir sejumlah aset properti berupa tanah dan bangunan 240 meter persegi di Lengkong Gudang Serpong, tanah dan bangunan 709 meter persegi di Pondok Jagung Serpong, tanah dan bangunan ruko 41 meter persegi di Lengkong Wetan Serpong.

Selain itu, penyidik juga mengajukan pemblokiran properti pada developer PT BSD atas                tanah dan bangunan seluas 160 dan 90 meter persegi di sektor V Bintaro atas nama Widyawati. Kemudian, tanah dan bangunan ruko seluas 75 dan 225 meter persegi atas nama Widyawati. Kemudian tanah dan bangunan di Perumahan Sutera Renata, tanah dan bangunan ruko di Jalan Taman Makam Pahlawan dan tanah serta bangunan Puspita Loka di Jalan Lantana Serpong.
Selain pemblokiran aset tersebut, penyidik juga menyita barang bukti berupa satu unit senjata air soft gun, enam handphone, serta dua unit mobil Ford Everest dan Nissan Terano. Sementara ini, penyidik telah mengantongi 20 rekening. Selain itu, perusahaan-perusahaan milik Yusron akan diaudit untuk kemudian menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara.
Heru dan Yusron dijerat dengan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Peraturan yang dilanggar :
- Pasal 3 dan 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
2. Kasus penyelundupan HP
Empat pegawai Bea Cukai di Palembang dan Mataram terseret penyelundupan ribuan BlackBerry dan Iphone yang masuk ke Indonesia pada Februari tahun lalu. Ismadi Setyawan, staf intelijen Bea Cukai Palembang, Sumatera Selatan dan Jimmi Januadri Kepala Seksi Pabeaan di instansi yang sama divonis 5 tahun penjara pada Jumat 17 Januari 2014 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang.

Adapun I Made Ari Kusuma Bayu, pejabat pelaksana dan pemeriksa Bea Cukai Mataram dan Nengah Sumardana Kepala Subseksi Intelijen di instansi yang sama menghadapi proses persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram pada Kamis kemarin, 30 Januari 2014.
Ismadi dan Jimmi serta Made Ari dan Nengah diduga bersekongkol untuk meloloskan BlackBerry dan Iphone milik Caesar Muhni Rizal tanpa pemeriksaan mesin pemindai (X-Ray). Telepon seluler dalam 19 koper dan tas sebanyak 4.428 unit senilai Rp 20 miliar masuk Bandar Udara Internasional Lombok pada 11 Februari 2013. Dua pekan kemudian telepon seluler sebanyak 4.764 unit dalam 16 koper dan tas masuk lewat Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. "Semua barang milik Caesar Muhni Rizal,' kata Agung Setya.

Aliran dana suap yang terendus penyidik dengan modus kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atas nama Hasan, suruhan Caesar, dipegang Ismadi dan Made Ari. Modus yang sama dilakukan Heru Sulastyono, Kepala Subdirektorat Ekspor Bea Cukai Pusat dan Hendrianus Langen Projo, Kepala Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Entikong, Kalimantan Barat, yang kini diterungku Bareskrim Polri. Keduanya juga disidik oleh Agung Setya.

Polisi menemukan penarikan tunai Rp 65 juta yang dilakukan Ismadi dan transfer uang sebesar Rp 190 juta kepada Jimmi. Penarikan dan transfer itu menggunakan kartu ATM Hasan. Adapun kepada Made Ari diduga ada transfer ratusan juta rupiah.
Peraturan yang dilanggar :
Pasal 3 dan 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.


3. Kasus Penyelundupan Container
SURABAYA (Surabaya Pagi) – Meski diprotes banyak pihak, namun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kantor Wilayah Jawa Timur, tak bergeming. Instansi berkantor di Jl Perak Timur 498 Surabaya ini memilih bungkam ketika kasus 27 kontainer alat suku cadang sepeda senilai Rp 20 miliar hilang terbongkar ke masyarakat. Anehnya, Bea Cukai diduga malah membiarkan importer-importer hitam di Pelabuhan Tanjung Perak. Padahal, mereka disebut-sebut sering melakukan pelanggaran, tapi tak ditangkap.

Santoso Tedjo yang pernah memiliki usaha di bidang ekspor-impor di Perak mengaku faham betul “permainan” importer hitam dan aparat Bea Cukai Tanjung Perak maupun Bea Cukai Kanwil Jatim. Menurutnya, Bea Cukai ibaratnya penjaga gawang barang ekspor impor. Namun, lantaran memiliki kekuasaan dalam meloloskan barang dan dokumen ekspor-impor, sehingga muncul modus-modus ‘permainan.’

Sebenarnya, lanjut Santoso, banyak permaianan yang terjadi di Bea Cukai, seperti kasus bawang putih. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bea Cukai, maka tidak boleh ada hambatan. “Yang saya tahu, importir yang bermain di sana seperti Yulian dan Doni yang bermain impor bawang putih,” ungkapnya.

Menurutnya pihak Bea Cukai seharusnya memverifikasi dulu mana perusahaan yang layak melakukan kegiatan ekspor-impor. Bea Cukai harus bisa menentukan mana importer hitam dan mana yang tidak. “Harus jelas PT-nya itu PT apa? Alamatnya mana? Jangan bodong,” ujarnya.
Secara tidak langsung Bea Cukai mampu mengecek PT mana yang benar. Bukan importer “PKL (Pedagang Kaki Lima)” alias importir kecil-kecil, seperti importir bawang putih tersebut. “Tanpa verifikasi dan badan hukum yang jelas itulah namanya importir PKL,” jelasnya.

Terkait raibnya 27 kontainer yang tidak jelas hingga lima tahun, menurut Santoso, kejadian itu tak masuk akal. Pasalnya Bea Cukai memiliki kewenangan untuk mengawasi keluar masuknya barang. “Jika menurut asas praduga, kontainer yang hilang itu bisa lewat pintu belakang. Mungkin saja barang itu barang haram, atau mungkin sengaja dihilangkan,” ujarnya.

Harusnya, kata Santoso, kontainer itu harus dicari dengan melihat manifesnya. Sebenaranya Bea Cukai memiliki bagian P2 (Penyidikan dan Penindakan) yang tugasnya mengawasi bagian lapangan, seperti mengawasi muat turunnya barang dari kontainer. P2 sendiri juga ada bagian intel yang juga tugasnya menyelidiki pegawai-pegawai Bea Cukai yang “bermain” di dalam. Pihak Bea Cukai bisa mencari siapa importinya dan mengecek kebenaran importer kontainer itu sendiri.

“Yang jelas, kasus suap dan hilangnya 27 kontainer yang terjadi di dalam instansi Bea Cukai ini bisa jadi merupakan kejahatan berjamaah dan merupakan sebuah konspirasi. Ini tentunya melanggar Undang-Undang Kepabean dan masuk pidana khusus,” tegas Santoso.

Menurut seorang eksportir raibnya 27 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak tak masuk akal. Lantaran kontainer keluar dari Terminal Petikemas itu melewati gate keluar dan harus dicek dari petugas. “Jadi para importer dapat melihat kondisi kontainer keluar dari TPS (Terminal Petikemas Surabaya) melalui kantor perum layanan TPS,” ujarnya.
Kepala Bea Cukai Bakal Dilaporkan ke KPK

Ketika hendak dikonfirmasi mengenai hilangnya 27 kontainer, Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim Yusman Rizal tak dapat ditemui Surabaya Pagi. Satpam Kanwil Bea Cukai mengatakan Kakanwil, Kabid P2 dan Humas sedang sekolah di Yogyakarta. "Wah Kakanwil sama humas lagi sekolah di Yogya mas," ujar seorang petugas keamanan saat ditemui Surabaya Pagi, Kamis (2/5).

Kakanwil Bea Cukai Jatim bernama Yusman Rizal, bukan Imam seperti diberitakan Senin (1/5). Sedang Imam diketahui Wakil Kakanwil Bea Cukai Jatim yang saat menemui pendemo mengatasnamakan Kakanwil. Namun yang disesalkan, Bea Cukai melalui Imam malah berpura-pura meminta data dari masyarakat dan menantang siap dilaporkan ke Kejaksaan maupun KPK, terkait hilangnya 27 kontainer tersebut.

“Saat kami ditemui Pak Imam yang mengatasnamakan Kakanwil Bea Cukai Jatim, beliau malah minta data dari kita. Ini jelas sangat aneh, masak sekelas Bea Cukai tidak punya database impor masuk di tahun 2007, wong kita saja punya kok,” kata Aan Ainurrofiq, perwakilan PT Suvindo Sakti Indonesia (SSI) sebagai pihak yang memesan 27 kontainer spare part sepeda. Lantaran 27 kontainer hilang, perusahaan sepeda kayuh itu akhirnya bangkrut.

Menurutnya, penjelasan dari pimpinan Bea Cukai tersebut sangat tidak memuaskan. “Kesannya Bea Cukai menutup-nutupi masalah ini, dan berlagak seperti pejabat yang tidak tahu menahu urusan 27 kontainer barang-barang impor yang hilang pada tahun 2007,”geram Aan.
Padahal, instansi sebesar Bea Cukai sejak tahun 2007 sudah menggunakan perangkat digital untuk mencatat data-data barang yang masuk dan keluar di wilayah kepabeanan Jawa Timur. “Kami menduga ini kasus permainan berjamaah yang dilakukan orang-orang di Bea Cukai, yang sekarang ini ditutup tutupi meskipun masyarakat sudah tahu semua,” ujarnya. Ia menegaskan 27 kontainer memiliki dokumen impor lengkap, bukan bodong.

Aan mengaku tidak akan tinggal diam. Dirinya bersama sejumlah elemen masyarakat akan mengawal dan mengawasi kinerja aparat Bea Cukai Jawa Timur dan mengungkap kasus hilangnya 27 kontainer barang alat suku cadang sepeda yang hilang tanpa alasan jelas. “Dalam waktu dekat, kami akan melaporkan ke Kejaksaan dan KPK, seperti yang diminta  Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Timur,” tegasnya. n rko/rzl
Peraturan yang dilanggar :
- Pasal 3 dan 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.


Kebijakan :
1. Kebijakan Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang
Kebijakan Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan dengan rencana tindak seperti penetapan empat keputusan presiden yang berkaitan dengan operasional PPATK; Amandemen Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; Pengesahan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang; Penerbitan Pedoman Bagi Penyedia Jasa Keuangan tentang Analisis Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Bank, Perusahaan Efek dan Lembaga Keuangan Non Bank; pembahasan dan penandatanganan MOU dengan penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan lembaga keuangan yakni BI, Bapepam dan Dep Keu, Ditjen Lembaga Keuangan, Pelaksanaan Program Sosialisasi berupa pemahaman kepada masyarakat tentang penanggulangan tindak pidana pencucian uang; pembentukan dan pendeklarasian Komite Nasional Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang; Penyusunan panduan implementasi Peraturan Bapepam No.V.D.10; penyusunan prosedur pemeriksaan di perusahaan efek untuk penerapan peraturan Bapepam No.V.D.10


2. Kebijakan Perpajakan dan Kepabeanan
Reformasi Perpajakan dilakukan dengan rencana tindak seperti memperbaiki administrasi perpajakan dengan memperluas pelayanan sistem administrasi pelayanan wajib pajak besar dan meningkatkan pelayanan wajib pajak melalui peningkatan upaya penyuluhan, sosialisasi dan penandatanganan nota kesepahaman dengan berbagai pihak untuk memperjelas interpretasi peraturan perpajakan; penerbitan ketentuan hak wajib pajak (charter of taxpayers rights); perbaikan administrasi perpajakan melalui pengembangan kode etik karyawan DJP, ombudsman pajak dan kajian tim modernisasi administrasi jangka menengah; pembentukan divisi pemeriksaan pada inspektorat jenderal departemen keuangan khusus menangani pelanggaran kode etik (termasuk pegawai bea cukai); penyediaan akses informasi perpajakan dan saluran khusus pengaduan masalah perpajakan.
Reformasi Kepabeanan dilakukan dengan rencana tindak seperti menetapkan program reformasi komprehensif ditjen bea dan cukai yang mencakup peningkatan pelayanan di bidang impor melalui pengembangan otomasi pelayanan impor dengan single document serta system informasi kepabeanan dan perkarantinaan; peningkatan pelayanan di bidang ekspor melalui pengembangan otomasi pelayanan ekspor serta sistem informasi kepabeanan; perluasan jalur prioritas melalui review criteria pemakai jalur prioritas dan disinkronisasi dengan criteria wajib pajak patuh; penyempurnaan selektivitas pemeriksaan pabean (preclearance dan post clearance) berdasarkan manajemen risiko; peningkatan koordinasi dalam rangka penanggulangan penyelundupan; penyempurnaan data base harga untuk menekan praktek under valuation; peningkatan kualitas dan integritas sdm serta pemantauan pelaksanaan kode etik; penyediaan akses informasi kepabeanan dan saluran khusus pengaduan masalah kepabeanan.
























KODE ETIK DAN PERILAKU PEGAWAI
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
(lampiran kep 04/BC/2002)
I. Prinsip Dasar
Setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
II. Tanggung Jawab Pribadi
Semua pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukal (DJBC), yang selanjutnya disebut pegawai, wajib :
1. Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji pegawai negeri sipil dan sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undengan yang berlaku;
2. Saling menghormati antara sesama warga negara yang berbeda agama / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
3. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
4. Menghindari diri untuk melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah atau pegawai negeri sipil;
5. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara;
6. Menqhindari memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
7. Menghindari diri untuk menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
8. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
9. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya;
10. Mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
11. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
12. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kariernya;
13. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin;
14. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
15. Menjalankan pola hidup sederhana di dalam kehidupan bermasyarakat;
16. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas;
17. Mentaati ketentuan jam kerja;
18. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap sesama pegawai negeri sipil dan atasan;
19. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan korps pegawai negeri sipil.
III. Ketaatan Pada Undang-Undang
Semua pegawai harus tunduk dan patuh pada undang-undang dan ketentuan formal yang berlaku. Hal ini berarti bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai, yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang ditegakan oleh Bea dan Cukai, atau peraturan perundang-undangan dimana Bea dan Cukai mempunyal kepentingan di dalamnya dapat dianggap sebagai pelanggaran yang serius / parah yang dapat mencemarkan nama baik institusi DJBC. Oleh sebab itu pegawai wajib :
1. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
2. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
3. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan
IV. Hubungan Dengan Masyarakat
4.4. Pemberian Berupa Hadiah Atau Imbalan bagi Pegawai
Dalam melaksanakan tugasnya seringkali pegawai berhubungan dengan organisasi, pengguna jasa atau anggota masyarakat yang mengharapkan adanya penyimpangan prosedur dari ketentuan yang berlaku, dengan menjanjikan hadiah atau imbalan untuk pegawai tersebut. Dalam hal ini pegawai wajib untuk:
Menolak melakukan penyimpangan prosedur don menolak pemberian hadiah atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan;
Menghindari untuk bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor / instansi pernerintah.
VII. Lingkungan Kerja
Suasana tempat kerja yang sehat, aman dan bebas dari diskriminasi dan gangguan akan dapat meningkatkan gairah bekerja sehingga tujuan individu dan organisasi akan lebih cepat tercapai. Oleh sebab itu pegawai wajib :
Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
Menghindari diri untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;
Mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan tentang standar berpakaian seragam dinas yang berlaku;
Menghindari diri dari penyalahgunaan alkohol dan narkoba;
Menghindari diri dari pernyalahgunaan senjata api dan barang-barang berbahaya lainnya.
VIII. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Setiap pegawai harus menyadari dan mentaati dengan sungquh-sunqguh mengenai semua ketentuan mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Segala bentuk tindakan korupsi sebagaimana disebutkan dalam undang-undang tersebut akan dikenakan sanksi pidana dengan maksimal hukuman yang dapat berupa pidana mati.
Bagi pegawai yang menjadi penyelenggara negara yang meliputi jabatan-jabatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme harus menyadari dan mentaati dengan sungguh-sungguh mengenai kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 undang-undang tersebut, yaitu;
1. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya;
2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat;
3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat;
4. Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme;
5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan;
Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan katentuan perundang-undangan yang berlaku; dan
Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang beriaku.
Adapun setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut diatas akan dikenakan sanksi sebagaimana tercantum di dalam Pasal 20, 21 dan 22 Undang-undang Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.







KESIMPULAN
Etika sudah dibuat dengan benar dan baik demi keamanan bersama namun dilanggar oleh beberapa produsen sehingga banyak oknum dinegara ini yang menyalahgunakan jabatan/bagian/instansi pemerintahan untuk kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan  konsumen dan masyarakat atas prilaku yang menyimpang dan melanggar dalam berbisnis.
Beberapa faktor yang menyebabkan pelanggaran etika bisnis diantaranya yaitu banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik, inginnya produsen menambah pangsa pasar dan keinginan produsen menguasai pasar. Seorang pebisnis harus memiliki tanggung jawab yang besar kepada pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat. Dan pemerintah harus membentuk badan pengawas untuk mengawasi dan memberikan hukuman kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam etika bisnis.






Pelanggaran Etika Bisnis Yang Terjadi Karena Adanya Pengaruh Globalisasi

Pelanggaran Etika Bisnis Yang Terjadi Karena Adanya Pengaruh Globalisasi


Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan etika ini secara murni. Mereka masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi dalam segala tindakan. Meraka kurang memahami etika bisnis, atau mungkin saja mereka paham, tetapi memang tidak mau melaksnakan. Etika bisnis sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, karena hal ini akan mendukung terjadinya persaingan secara sehat di antara para pengusaha. Begitu pen-tingnya etika bisnis maka ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, yaitu sebagai berikut:
      1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas sebagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Sasaran ini lebih ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan sering lebih berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis itu yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering kali etika bisnis disebut etika manajemen.

      2.Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak bolaeh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis bisa menjadi subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak manapun.

      3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Lingkup yang ketiga ini, etika bisnis lebih menekankan kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.

            Ketiga lingkup dan saaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menetukan baik tidaknya, etis tidaknya, praktek bisnis. Dengan demikian, praktek bisnis diharapkan lebih mementingkan etika dan moral tidak hanya merugikan satu pihak tapi dapat menciptakan bisnis yang beretika, sehingga satu sama lain saling diuntungkan.
Untuk menciptakan suasana bisnis yang sesuai dengan etika bisnis, maka ada beberapa pinsip yang harus dijalanakan oleh para pelaku bisnis, yaitu sebagai berikut:

       1. Prisip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertidak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajiban dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan dirinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta resiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaan maupun pihak lain.

       2. Prinsip kejujuran
 Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

       3. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai denagn haknya masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

       4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntngkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win situation.

       5. Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya maupun perusahaannya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.
Kelima prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, dan sebaiknya semua praktek bisnis yang bertentanag dengan kelima prinsip ini harus dilarang. Misalnya, monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan sete-ruanya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip etika bisnis. Denagan demikian, apabila semua pelaku bisnis sadar dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis tersebut, maka hal ini akan menimbulkan suasana bisnis yang kondusif, saling mengun-tungkan, dan berbisnis sesuai dengan etika bisnis.
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun  1970-an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan menjadi fenomena global di tahun 1990-an. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filusuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagi suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Ironosnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju ysng menjadi penyebab global warmingagar dibatasi, Amerika menolaknya. 

       Bentuk Pelanggaran yang Terjadi Dalam Dunia Bisnis
Suatu kenyataan skarang ini yang kita hadapi dalam masyarakat adalah tentang prilaku menyimpang dari ajaran agama, moral, dan merosotnya etika bisnis. Tumbuh gejala kurangnya rasa solidaritas, tanggungjawab sosial, tingkat kejujuran, saling curiga, dan sulit percaya kepada seorang pengusaha jika berhubungan untuk pertama kali. Kepercayaan baru terbentuk jika sudah terjadi transaksi beberapa kali. Namun ada saja yang mencari peluang untuk menipu, setelah terjadi hubungan dagang yang mulus dan lancar beberapa kali, dan pembayaran lancar kalau sudah saling percaya. Tapi akhirnya yang astu menipu yang lainnya, memanfaatkan kepercayaan yang baru terbentuk.
 Gejala persaingan yang tidak sehat, menggunakan cek mundur dan cek kosong, utang menunggak tidak dibayar, penyogokan, saling mematikan di antara pesaing dengan cara membuat isu negatif terhadap lawan, dan komersialisasi birokrasi tampaknya merupakan hal biasa. Hal yang kurang etis sering pula dilakukan dalam hal memotong relasi saingan. Apabila seseorang mempunyai langganan setia, kemudian oleh lawannya disaingi dengan menawarkan barang dengan harga yang lebih murah, malah kadang-kadang harga rugi. Ini akan berakibat mematikan saingan dan merugikan diri sendiri dan sama sekali tidak etis.
 Pelanggaran etika atau diabaikannya prilaku etis dijumpai diberbagai bidang pada profesi, antara lain terlihat dalam profesi sebagi berikut:
Pada profesi akuntan misalnya membantu sebuah perusahaan dalam keringanan pajak, seperti mengecilkan jumlah penghasilan dan memperbesar pos biaya. Contoh lain Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum adalah sebuah perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas misalnya sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit. 

Contoh studi kasus etika bisnis
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.



Pelaksanaan etika bisnis di masyarakat sangat didambakan oleh semua orang. Namun banyak pula orang yang tidak ingin melaksanakan etika ini secara murni. Mereka masih berusaha melanggar perjanjian, manipulasi dalam segala tindakan. Meraka kurang memahami etika bisnis, atau mungkin saja mereka paham, tetapi memang tidak mau melaksnakan. Etika bisnis sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, karena hal ini akan mendukung terjadinya persaingan secara sehat di antara para pengusaha. Begitu pen-tingnya etika bisnis maka ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, yaitu sebagai berikut:
      1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas sebagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Sasaran ini lebih ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan sering lebih berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis itu yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering kali etika bisnis disebut etika manajemen.
      2.Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak bolaeh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis bisa menjadi subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak manapun.
      3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Lingkup yang ketiga ini, etika bisnis lebih menekankan kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.
            Ketiga lingkup dan saaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menetukan baik tidaknya, etis tidaknya, praktek bisnis. Dengan demikian, praktek bisnis diharapkan lebih mementingkan etika dan moral tidak hanya merugikan satu pihak tapi dapat menciptakan bisnis yang beretika, sehingga satu sama lain saling diuntungkan.
Untuk menciptakan suasana bisnis yang sesuai dengan etika bisnis, maka ada beberapa pinsip yang harus dijalanakan oleh para pelaku bisnis, yaitu sebagai berikut:

       1. Prisip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertidak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajiban dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan dirinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta resiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaan maupun pihak lain.

       2. Prinsip kejujuran
 Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

       3. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai denagn haknya masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

       4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntngkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win situation.

       5. Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya maupun perusahaannya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.
Kelima prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, dan sebaiknya semua praktek bisnis yang bertentanag dengan kelima prinsip ini harus dilarang. Misalnya, monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan sete-ruanya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip etika bisnis. Denagan demikian, apabila semua pelaku bisnis sadar dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis tersebut, maka hal ini akan menimbulkan suasana bisnis yang kondusif, saling mengun-tungkan, dan berbisnis sesuai dengan etika bisnis.
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun  1970-an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan menjadi fenomena global di tahun 1990-an. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filusuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagi suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Ironosnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju ysng menjadi penyebab global warmingagar dibatasi, Amerika menolaknya. 

       Bentuk Pelanggaran yang Terjadi Dalam Dunia Bisnis
Suatu kenyataan skarang ini yang kita hadapi dalam masyarakat adalah tentang prilaku menyimpang dari ajaran agama, moral, dan merosotnya etika bisnis. Tumbuh gejala kurangnya rasa solidaritas, tanggungjawab sosial, tingkat kejujuran, saling curiga, dan sulit percaya kepada seorang pengusaha jika berhubungan untuk pertama kali. Kepercayaan baru terbentuk jika sudah terjadi transaksi beberapa kali. Namun ada saja yang mencari peluang untuk menipu, setelah terjadi hubungan dagang yang mulus dan lancar beberapa kali, dan pembayaran lancar kalau sudah saling percaya. Tapi akhirnya yang astu menipu yang lainnya, memanfaatkan kepercayaan yang baru terbentuk.
 Gejala persaingan yang tidak sehat, menggunakan cek mundur dan cek kosong, utang menunggak tidak dibayar, penyogokan, saling mematikan di antara pesaing dengan cara membuat isu negatif terhadap lawan, dan komersialisasi birokrasi tampaknya merupakan hal biasa. Hal yang kurang etis sering pula dilakukan dalam hal memotong relasi saingan. Apabila seseorang mempunyai langganan setia, kemudian oleh lawannya disaingi dengan menawarkan barang dengan harga yang lebih murah, malah kadang-kadang harga rugi. Ini akan berakibat mematikan saingan dan merugikan diri sendiri dan sama sekali tidak etis.
 Pelanggaran etika atau diabaikannya prilaku etis dijumpai diberbagai bidang pada profesi, antara lain terlihat dalam profesi sebagi berikut:
Pada profesi akuntan misalnya membantu sebuah perusahaan dalam keringanan pajak, seperti mengecilkan jumlah penghasilan dan memperbesar pos biaya. Contoh lain Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum adalah sebuah perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas misalnya sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
Contoh studi kasus etika bisnis
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.